PINTUPERADABAN.COM, KABAENA - KABAENA – Kerusakan lingkungan di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, kian memprihatinkan. Aktivitas pertambangan yang terus berlangsung tanpa kendali disebut telah mengubah bentang alam pulau yang dikenal kaya akan adat dan budaya ini menjadi lahan gersang penuh luka.
Ajmail Umar, putra daerah sekaligus mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kendari, angkat suara atas situasi ini. Dalam keterangannya yang dihimpun dari berbagai sumber, ia menyampaikan keprihatinan mendalam dan menyerukan penghentian eksploitasi tambang yang merusak ekosistem Kabaena.
“Dulu, Kabaena dikenal sebagai pulau subur dengan hutan lebat dan mata air yang tak pernah kering. Sekarang, yang tersisa hanya debu tambang dan janji-janji investasi yang lebih banyak menyisakan penderitaan,” kata Ajmail saat diwawancarai, Senin (1/7/2025).
Menurut data dari berbagai organisasi lingkungan, aktivitas tambang di Kabaena telah menyebabkan deforestasi besar-besaran, pencemaran sungai, dan konflik sosial di tengah masyarakat. Alih-alih menyejahterakan warga lokal, hasil tambang justru lebih banyak dinikmati pihak luar.
“Kami bukan anti-pembangunan, tapi kami menolak pembangunan yang membunuh kampung kami secara perlahan. Bukankah lebih baik membangun dari potensi lestari, seperti pertanian, perikanan, dan pariwisata berbasis budaya?” lanjut Ajmail.
Sumber dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) juga menyebutkan bahwa izin tambang di Kabaena kerap bermasalah. Banyak perusahaan dinilai tidak menjalankan reklamasi dan rehabilitasi sebagaimana mestinya.
Ajmail mengajak seluruh pemuda dan pelajar asal Kabaena untuk bersatu menyuarakan kepedulian terhadap kondisi pulau kabaena, baik melalui media massa maupun berbagai saluran lainnya. Ia juga mendesak pemerintah daerah dan pusat agar mengevaluasi secara serius izin-izin tambang yang aktif di wilayah tersebut.
“Kalau hari ini kita diam, besok anak cucu kita hanya akan mewarisi cerita tentang hutan, bukan hutan itu sendiri,” tegasnya.
Pulau Kabaena memang bukan hanya sekadar tanah lahir. Ia adalah ruang hidup, ruang adat, dan ruang spiritual bagi ribuan warga. Kini, mereka bertanya: sampai kapan suara masyarakat harus dikalahkan oleh suara alat berat?
Penulis : Red
Dapatkan informasi terupdate dari kami!
Berdikari C, Jln. Ahmad Yani, Bulukumba
62 853-4365-2494 / 62 853-4043-4280
official@pintuperadaban.com
© Pintu Perdaban.Com. All Rights Reserved. Design by HTML Codex